Lampung Selatan

Warga Sabah Balau Kehilangan Tempat Tinggal, Kompensasi yang Dijanjikan Belum Sepenuhnya Diterima

Lampung Selatan – Di antara puing-puing rumah yang baru saja diratakan, Hotman Siahaan berdiri memandangi bekas dinding tempat keluarganya bernaung selama lebih dari dua dekade.
Tak banyak yang tersisa, hanya kenangan dan tanya yang belum terjawab: di mana kompensasi yang dijanjikan itu?

Sejak Kamis (6/11/2025) pagi, alat berat milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung mulai bekerja di kawasan Sabah Balau, Kecamatan Tanjung Bintang. Lahan seluas dua hektare itu ditertibkan karena termasuk aset milik pemerintah yang selama ini ditempati sekitar 30 kepala keluarga.

Hotman masih mengingat betul bagaimana warga mulai membangun rumah di atas tanah tersebut.
“Dulu pemerintah sudah memagar sekitar 12 meter dari tanah yang kami tempati. Karena ada batas itu, warga membangun di luar pagar. Kami kira aman,” katanya dengan nada tenang, meski matanya tampak redup.

Ia tak menampik bahwa lahan yang ditempati warga adalah milik pemerintah. Namun yang ia sesalkan, janji tali asih bagi warga terdampak belum sepenuhnya terealisasi.

“Kami tidak menolak ditertibkan, karena sadar ini tanah pemerintah. Cuma waktu itu dijanjikan ada tali asih untuk bangunan kami, tapi tidak semua dapat,” ujarnya pelan.

Menurutnya, dari puluhan kepala keluarga yang rumahnya digusur sejak awal, sebagian memang mendapat tali asih sebesar Rp2,5 juta, namun sebagian lainnya tidak menerima apa pun.

Bagi Hotman, nilai tersebut jauh dari cukup jika dibandingkan dengan lamanya mereka tinggal di sana.
“Rumah itu kami bangun sendiri, kami rawat, dan sudah jadi tempat tumbuh anak-anak kami. Sekarang semua hilang begitu saja,” tuturnya.

Usai penertiban, warga kini berpencar. Ada yang menumpang di rumah kerabat, ada pula yang belum tahu ke mana akan pergi.
“Sekarang banyak yang pindah ke tempat lain. Kami cuma ingin janji itu ditepati,” kata Hotman.

Bagi pemerintah, penertiban ini merupakan bagian dari upaya menata dan mengamankan aset daerah.
Namun bagi Hotman dan puluhan keluarga lainnya, Sabah Balau bukan sekadar lahan — melainkan tempat di mana mereka pernah menanam harapan dan hidup sederhana.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *